Selasa, 16 September 2014

Buatlah jiwa selalu bahagia dengan tersenyum




Buatlah jiwa selalu bahagia dengan tersenyum
            Tertawa yang wajar itu laksana “balsem” bagi kegalauan dan “salep” bagi kesedihan.  Pengaruhnya sangat kuat sekali untuk membuat jiwa bergembira dan hati bahagia. Bahkan, karena itu Abu Darda’ sempat berkata,”Sesungguhnya aku akan tertawa untuk membahagiakan hatiku. Dan Rasulullah Saw sendiri sesekali tertawa hingga tampak gerahamnya. Begitulah tertawanya orang-orang yang berakal dan mengerti tentang penyakit jiwa serta pengobatannya”.
            Tertawa merupakan puncak kegembiraan, titik tertinggi keceriaan, dan ujung rasa suka cita. Namun, yang demikian itu adalah tertawa yang tidak berlebihan sebagaimana dikatakan dalam pepatah, “Janganlah engkau banyak tertawa, sebab banyak tertawa, itu mematikan hati.” Yakni, tertawalah sewajarnya saja sebagaimana dikatakan juga dalam pepatah yang berbunyi,”senyummu didepan saudaramu adalah sedekah”. Bahkan,tertawalah sebagaimana  Nabi Sulaiman ketika, [. . . ia tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu]
(QS. An-Naml : 19)
            Janganlah tertawa sinis dan sombong sebagaimana dilakukan orang-orang kafir,{. .  .tatkala ia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat kami dengan serta merta mereka menertawakannya.}. . QS. Az-Zukhruf :47.
            Dan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada penghuni surga adalah tertawa. {Maka pada hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir.}. . QS. Al-Muthaffifin :34.
            Orang Arab senang memuji orang yang murah senyum dan selalu tampak ceria. Menurut mereka, perangai yang demikian itu merupakan pertanda kelapangan dada, kedermawanan sifat, kemurahan hati, kewibawaan perangai, dan ketanggapan pikiran.
Wajah nan berseri tanda suka memberi
Dan, tentu bersuka cita saat dipinta.
Dalam kitam” harim”, Zuher bersyair,
Kau melihatnya senantiasa gembira saat kau datang,
Seolah engkau memberinya apa yang engkau minta padanya
Pada dasarnya, Islam sendiri dibangun atas dasar prinsip-prinsip keseimbangan dan kemoderatan, baik dalam hal aqidah, ibadah, akhlak maupun tingkah laku. Islam tak mengenal kemuraman yang menakutkan, dan tertawa lepas tak beraturan. Akan tetapi sebaliknya, Islam senantiasa mengajarkan kesungguhan yang penuh wibawa dan ringan langkah yang terarah.

Elia Abu Madhi berkata :
Orang berkata,” Langit selalu berduka dan mendung”
Tapi aku berkata  ,”Tersenyumlah, cukuplah duka cita dilangit sana.”
Orang berkata ,”Masa muda telah berlalu dariku.”
Tapi aku berkata,”Tersenyumlah, bersedih menyesali masa muda takkan pernah mengembalikannya”.
Orang berkata,” Langitku yang ada di dalam jiwa telah membuatku merana dan berduka,”
Janji-janji telah menghianatiku ketika kalbu telah menguasainya.
Bagaimana mungkin jjiwaku mengembalikan senyum manisnya.
Maka akupun berkata,”Tersenyumlah dan berdendanglah, kala kau membandingkan semua umurmu kan habis untuk merasakan sakitnya.
Orang berkata,”Perdagangan selalu penuh intrik dan penipuan, ia laksana musafir yang akan mati karena terserang rasa haus.”
Tapi aku berkata,”Tetaplah tersenyum,karena engkau akan mendapatkan penangkal dahagamu.
Cukuplah engkau tersenyum, karena mungkin hausmu akan sembuh dengan sendirinya.
Maka menapa engkau harus bersedih dengan dosa dan kesusahan orang lain,
Apalagi seolah-olah engakau yang melakukan dosa dan kesalahan itu?
Orang berkata,”Sekian hari raya telah tampak tanda-tandanya seakan memerintahkanku membeli pakaian dan boneka-boneka.
Sedangkan aku punya kewajiban bagi teman-teman dan saudara,
Namun telapak  tanganku tak memegang walau hanya satu dirham adanya.
Ku katakana : Tersenyumlah, cukuplah bagi dirimu karena anda masih hidup, dan engkau tidak kehilangan saudara-saudara dan kerabat yang kau cintai.
            Ssungguh, kita sangat butuh pada senyuman, wajah yang selalu berseri, hati yang lapang, akhlak yang menawan, jiwa yang lembut, dan pembawaan yang tidak kasar.” Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadamu agar kalian berendah hati , hingga tidak ada salah seorang di antaramu yang berlaku jahat pada yang lain dan tidak ada salah seorang di antaramu yang membanggakan diri atas yang lain.” Al-Hadits

Tidak ada komentar:

Posting Komentar